Inovasi Smart Farming Mudahkan dalam Budidaya Tomat Beef di Greenhouse

November 29, 2022
Inovasi Smart Farming Mudahkan dalam Budidaya Tomat Beef di Greenhouse

 

Awal kecintaan Kang Feri, seorang penyuluh pertanian di Lembang terhadap dunia pertanian saat resmi menjadi penyuluh pada tahun 2009 silam. Dari tahun tersebut, keseharian pria yang memiliki nama lengkap Feri Ferdiyansyah ini melakukan kunjungan-kunjungan ke berbagai daerah pertanian di Jawa Barat.

 

Sekian banyak yang daerah dikunjungi, di Cibodas-lah yang mengubah hidup Kang Feri. Di sana, Kang Feri bertemu dengan Kelompok Tani yang menanam tomat beef.

 

Tak disangka, dari interaksi dan bergaul dengan Kelompok Tani tersebut itulah Kang Feri membawanya tertarik bertanam tomat beef. Kemudian berlanjut mempelajari serta memberanikan diri bertanam tomat beef di greenhouse sederhana.

 

 

Menurutnya, bertanam tomat beef di greenhouse lebih mudah dalam penanggulangan hama dan penyakit. Terutama, menekan penyakit fusarium. Sebab, fusarium adalah tantangan terbesar bagi petani yang bertanam tomat beef di lahan tanah. Penyakit tersebut bisa menyerang hampir 50% tanaman di lahan.

 

Meski greenhouse dinilai memudahkan, sebagai pembudidaya, harus merogoh kocek lebih dalam perihal investasi aset-asetnya yang berkonsep teknologi smart farming.

 

Smart Farming

 

Pemilihan teknologi ini dirasakan Kang Feri sangat membantu, bisa meringankan pekerjaan, seperti penyiraman otomatis dan pemupukan otomatis. Pemberian nutrisi ke tanaman pun lebih efektif dan efisien. Juga, bisa menekan biaya tenaga kerja.

 

Sebelum penerapan teknologi smart farming, Kang Feri biasanya melakukan perawatan 3-4 kali dalam seminggu, yang meliputi penyemprotan hama dan penyakit, pengontrolan air dan nutrisi, dan sebagainya.

 

Setelah teknologi smart farming mengontrol greenhouse-nya, perawatan rutin Kang Feri hanya seminggu sekali. Ada 2 bagian dalam smart farming yang diterapkannya, pertama 'sistem', dan kedua 'mechanical'.

 

'Sistem' diibaratkan motherboard pada komputer. Sementara itu, 'mechanical' meliputi fertigasi, pemupukan, siraman air, pengendaliaan suhu dan kelembaban.

 

Budidaya Tomat Beef

 

Dalam penggunaan media tanam, Kang Feri menggunakan full cocopeat, karena lebih efisien nutrisi dan air. Meski demikian, ada yang perlu diperhatikan, yaitu sterilisasi penggunaan cocopeat.

 

Cocopeat harus di cuci terlebih dahulu, agar zat tanin yang terkandung didalamnya hilang. Sehingga, pertumbuhan tanaman bisa maksimal.

 

Untuk penggunaan arang sekam sendiri, sambung Kang Fery, dinilainya memiliki kelebihan dan kekurangan.

 

Kelebihannya di antaranya perakaran lebih cepat, karena daya ikat akar pada arang sekam lebih baik dari pada cocopeat. Namun, arang sekam tingkat kehilangan air dan nutrisinya tinggi. Sehingga penggunaan air dan nutrisi jauh lebih boros daripada menggunakan cocopeat.

 

Untuk nutrisi yang diberikan melalui pemupukan, Kang Feri memilih meracik sendiri, agar bisa menghemat nutrisi dan lebih eksperimen terhadap tanamannya. Urusan bereksperimen soal nutrisi ini, hingga kini pun masih dilakukannya, untuk mendapatkan racikan pupuk yang tepat.

 

 

Tomat beef sendiri merupakan tanaman yang bisa dipanen mulai saat tanaman umur 85 hari setelah tanam sampai umur 8-10 bulan. Tentunya, panen akan optimal jika perawatan dan pemberian nutrisinya tepat dan efektif. Saat ini, hasil budidaya tomat beef-nya, rata rata 5 kg per tanaman.

 

“Semoga dengan bantuan dan dukungan agronomis PT Meroke Tetap Jaya, potensi hasil panen tomat beef meningkat menjadi 10 kg per tanaman," harap Kang Feri.

 

Potensi Pasar

 

Bicara potensi pasar untuk tanaman tomat beef, menurut Kang Feri, masih terbuka lebar karena minim kompetitor.

 

"Untuk budidaya tomat beef di greenhouse dengan smart farming ini, biaya investasi awalnya besar. Makanya, petani masih jarang yang mau menanam tomat beef seperti konsep saya," ujarnya.

 

Biaya yang dikeluarkan Kang Feri, jika dihitung per polybag, totalnya sekitar Rp 14.000 per pohon. Sementara itu, hasil yang peroleh per tanaman sekitar 5 kg per pokok.

 

 

Harga panen sendiri yaitu: grade A-B, kisaran Rp 14.000 dengan ukuran 165 gr ke atas. Grade C berkisar Rp 10.000 dengan ukuran 120-160 gram. Dan, grade D, kisaran harganya Rp 5.000 dengan berat 90-120 gram.

 

Pemasaran tomat beef yang dibudidayakan Kang Fery sudah tidak kesulitan, karena bermitra dengan packing house setempat yang bekerjasama dengan supermarket ataupun pasar modern di kota-kota besar. Selain menjual secara offline, penjualan juga dilakukan secara online.

 

Saran Kang Feri untuk generasi muda, agar ketika memutuskan untuk menjadi petani, pilihlah komoditas yang memiliki harga jual yang tinggi. Meskipun, investasi awal tinggi tapi jika harganya jual komoditas tinggi dan stabil, maka keberlanjutan usaha lebih menjanjikan.

 

Semoga semakin banyak petani muda di bidang pertanian seperti Kang Feri ini, dan semoga pertanian di Indonesia semakin maju. Terima kasih, Salam Mutiara!

Berita Lainnya