Tri Bowo Pangestika, Lulusan S2 yang Bangga Jadi Petani Melon Hidroponik

March 06, 2023
Tri Bowo Pangestika, Lulusan S2 yang Bangga Jadi Petani Melon Hidroponik

 

“Awalnya tidak ada bayangan mau menjadi seorang petani, karena saya dulu sudah bekerja di UNS. Namun semenjak orang tua sakit, maka mau tidak mau saya harus pulang ke desa untuk merawat orang tua. Mulai dari situlah, saya sering berinteraksi & mendengarkan keluh kesah petani. Pelan-pelan, saya menyukai dunia pertanian,” ucap Tri Bowo Pangestika yang akrab dipanggil Bowo.

 

Alasan Menjadi Petani

 

Pria yang berusia 31 tahun dan memiliki latar belakang pendidikan Magister Pendidikan Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ini menilai ke depannya pertanian di Indonesia memiliki prospek yang cerah dan menjanjikan.

 

“Semakin lama orang semakin enggan menjadi seorang petani. Karena anggapan orang bahwa profesi seorang petani tidak menghasilkan, kotor dan tidak punya masa depan. Namun berdasarkan hukum ekonomi, semakin sedikit orang yang bergelut di suatu bidang, maka semakin menjanjikan peluangnya. Itulah alasan saya memutuskan untuk menjadi seorang petani,” ucap Bowo yang sempat bekerja sebagai asisten dosen dan asisten staf ahli rektor di Rektorat UNS.

 

Saat menseriusi dunia pertanian, banyak yang memandang sebelah mata dengan keputusan Bowo. Terlebih, banyak yang mengetahui Bowo sudah menyelesaikan pendidikan Magisternya. Namun, berkat kerja keras dan inovasi yang dilakukannya, Bowo kini tampak ‘gemilang’ dengan profesinya sebagai petani melon hidroponik.

 

Membangun Greenhouse untuk Budidaya Melon Hidroponik Sistem NFT

 

Dengan ilmu pertanian yang didapatkan dari pengalaman para petani serta media sosial, Bowo meyakinkan dirinya untuk membangun greenhousenya yang terletak di Desa Karangpucung Kecamatan Kertanegara, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

 

Di greenhouse, Bowo memilih membudidayakan melon premium karena harga jualnya tergolong stabil. Berdasarkan analisanya, harga jual melon premium di supermarket berkisar Rp 50.000 sampai Rp 55.000 per kilogram. Sementara itu, bobot rata-rata melon, misalnya yang jenis inthanon kisaran 1,8-2 kg.

 

Sebelum memutuskan untuk memakai sistem hidroponik apa untuk membudidayakan melon premium, Bowo mencoba-coba berbagai sistem hidroponik untuk melon.

 

“Saya sudah mencoba sistem fertigasi, rakit apung, wick dan dutch bucket. Dari hasil pengamatan saya, sistem NFT lebih simpel meskipun lebih mahal di investasi awalnya,” sambungnya.

 

Budidaya hidroponik dengan sistem model NFT, tergolong baru di Indonesia. Meski demikian, sistem tersebut sedang digemari para hidroponiker. Alasannya, sistem hidroponik secara NFT bisa lebih mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman melon.

 

 

Sementara itu, Bowo memilih sistem NFT karena lebih praktis, pertumbuhan tanaman pun maksimal. Tidak ada fase stress ketika pindah tanam, dan tidak memerlukan media tanam cocopeat. Kelebihan lainnya, sistem NFT tidak perlu menyesuaikan intensitas siraman air seperti di sistem fertigasi tetes. Konsepnya sama, seperti menanam sayuran di gully atau paralon.

 

Di balik banyak keunggulan dalam sistem NFT, ada permasalahan juga. Dimana, kendala yang paling utama adalah saat mati lampu. Kemudian, biaya investasi di awal yang lebih tinggi daripada fertigasi/irigasi tetes.

 

“Ketika mati lampu, harus di back up dengan genset. Telat sedikit, maka tanaman akan stress dan pertumbuhan akan terhambat. Masalah lainnya, harus hati-hati banget ketika penyambungan paralon atau gully. Rawan bocor di sambungan pipa, soalnya,” ucap Bowo.

 

Untuk jarak antar lubang tanam di greenhouse-nya, yaitu 40 cm dengan jarak antar gully 40 cm. Debit airnya, Bowo menggunakan sekitar 2 liter/menit dengan pompa listrik 60 watt untuk 700 tanaman.

 

“Debit air harus di perhatikan, debit yang terlalu kencang bisa bisa merusak tanaman, sedangkan jika terlalu kecil penyebaran nutrisinya kurang optimal,” ujar Bowo yang menyarankan pemula hidroponik untuk mencoba sistem NFT.

 

Dalam pemberian nutrisi, Bowo menyesuaikan dengan kebutuhan pada setiap pertumbuhan tanaman, yang dibagi menjadi 3 tahap. Yaitu, fase vegetatif, fase pembungaan, dan fase pembesaran buah.

 

Dengan memperhatikan tersebut, lanjut Bowo, bisa semakin mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sehingga, panen melon bisa baik secara kualitas maupun kuantitas. Seperti melon jenis golden aroma yang ditanam Bowo, brix-nya bisa mencapai 15-17 %, dan jenis honey dew, brixnya 16-18 %.

 

Semua bahan yang digunakan sebagai racikan nutrisi melon menggunakan pupuk yang hidroponik grade, karena kelarutan dan kemurniannya sangat baik. Di antaranya MerokeMAP, MerokeCALNIT, MerokeKALINITRA, MerokeMKP, MerokeSOP MerokeMAG-S dan MerokeVITAFLEX.

 

“Jangan malu menjadi petani. Di era modern, petani tidak harus kotor. Bertani di greenhouse itu lebih bersih dan praktis. Saat ini informasi dari media sosial sangat banyak informasi pertanian, sehingga jangan takut jika tidak punya pengalaman di dunia pertanian. Semua itu bisa dicari dan dipelajari. Kuncinya hanya kemauan, ketekunan dan action yang tepat,” pesan Bowo untuk anak-anak muda.

Berita Lainnya