Tak Hanya Peremajaan Tanaman, Butuh Petani Muda untuk Bangkitkan Kakao di Indonesia

June 29, 2022
Tak Hanya Peremajaan Tanaman, Butuh Petani Muda untuk Bangkitkan Kakao di Indonesia

 

Untuk membangkitkan gairah budidaya kakao di Indonesia, diperlukan tak hanya penguasaan teknologi budidaya. Juga, diperlukan regenerasi petani kakao sebagai estafet dari generasi sebelumnya. Nantinya, para petani muda-lah yang merealisasikan pertanian lebih maju dan modern dalam menghasilkan kakao berkualitas tinggi.

 

Hal tersebut untuk menghadapi permintaan kakao global yang saat ini mengalami kenaikan. Dilansir dari www.vibiznews.com, GEPEX (merupakan grup 6 eksportir dari 6 negara penghasil kakao) melaporkan pada 19 April lalu, kakao yang diproses di bulan Maret 2022 naik 5,9 % dari tahun lalu, menjadi 52,539 MT.

 

Kenaikan permintaan ini juga dipublikasikan oleh The European Cocoa Association pada 21 April, dimana kakao yang diproses pada kuartal 1 naik 4.4% dari tahun lalu menjadi 373,498 ton. Permintaan tertinggi dalam 10 tahun terakhir.

 

Karena itulah, para pelaku perkebunan kakao di beberapa sentra produksi kakao utama di Indonesia: Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, Sulawesi Barat, Lampung, dan Aceh harus memperbaiki manajemen budidaya serta mencari solusi dari beberapa problematika yang ada untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kakao.

 

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya penurunan produksi, antara lain :

 

1. Dari sisi tanaman kakao, permasalahan paling sering adalah tanaman kakao sudah tua, sebagian sudah berusia lebih dari 20 tahun. Bukan hanya rentan terhadap hama dan penyakit, namun produktivitasnya mulai menurun.

 

Diperburuk, jika kakao tersebut bukanlah berasal dari klon unggul. Kaitannya dengan tanaman kakao yang sudah tua, diperlukan peremajaan tanaman kakao baik dengan cara sambung samping atau pun sambung pucuk.

 

2. Tingginya tingkat serangan hama dan penyakit. Hama utama tanaman kakao seperti penggerek buah kakao (PBK) dan kepik penghisap buah kakao, sedangkan penyakit utama tanaman kakao ialah busuk buah dan VSD (Vascular Streak Dieback). Kondisi seperti itu, tentu saja selain mempengaruhi produktivitas, terjadi penurunan kualitas biji kakao yang dihasilkan.

 

3. Menurunnya tingkat kesuburan tanah. Hal ini berhubungan dengan beberapa hal, antara lain penggunaan pupuk yang tidak berimbang dan semakin berkurangnya kandungan bahan organik tanah.

 

4. Manajemen budidaya kebun yang kurang tepat.

 

5. Bahan tanam atau penggunaan klon yang asal-asalan.

 

Tidak memperhatikan jenis yang lebih tahan terhadap hama penyakit, serta memiliki potensi produksi tinggi. Pemilihan klon unggul kakao, juga bisa menjadi problematika tersendiri, jika tidak dibarengi dengan aspek perawatan yang baik.

 

Seperti tidak melakukan pemangkasan cabang-cabang yang tidak produktif dan pemupukan yang disesuaikan dengan kebutuhan pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Ataupun, menanam klon unggulan pada kondisi lahan yang tidak atau kurang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kakao. Biji kakao tetap tumbuh, namun produksinya tidak optimal.

 

Sehubungan dengan manajemen pemupukan tanaman kakao, beberapa hal menjadi poin penting di antaranya:

 

1. Pada buah muda yang terbentuk pada bulan pertama, belum menjamin hasil yang diperoleh. Sebagian besar buah muda tersebut akan layu dan mati dalam kurun waktu 1 -2 bulan, yang pada kakao biasa disebut layu pentil (cherelle wilt).

 

Ini bisa disebabkan kurangnya pemberian pupuk yang mengandung unsur hara Nitrogen (N), Phosphor (P), Boron (B) dan Kalsium (Ca), faktor fisiologis, buruknya drainase, kekeringan, serta hama & penyakit.

 

Untuk menghindari tingginya kejadian layu pentil, sering melakukan pemangkasan ringan (bukan berlebihan) dan pemupukan yang tepat dan berimbang.

 

2. Untuk pemupukan, setidaknya dilakukan 2 (dua) kali setahun, pada awal musim hujan dan akhir musim hujan. Agar hasil lebih berkualitas, ada baiknya memupuk 3-4 kali setahun.

 

Hal ini dapat mengurangi layu pentil, mendukung pembesaran buah, memacu pertumbuhan akar dan membentuk tajuk yang akan berpengaruh terhadap panen musim berikutnya, serta kualitas biji kakao akan lebih baik.

 

Akan lebih baik lagi dalam menghasilkan biji kakao yang berkualitas, dengan mengaplikasikan pupuk melalui daun, seperti PROVIT SERIES dari PT Meroke Tetap Jaya. Hal ini akan menambah kelengkapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.

 

Jika disinggung problematika dari sisi sumber daya manusia yang di luar aspek perawatan tanaman, di beberapa perkebunan rakyat, masih ditemui banyak petani yang sudah tua dan dan lemahnya wawasan petani bagaimana berbudidaya kakao yang tepat.

 

Sehingga, kehadiran anak muda dalam pertanian kakao ini sangat dibutuhkan. Selain mereka masih memiliki semangat yang menggebu-gebu, lebih adaptif dengan teknologi, juga masih memiliki waktu dan tenaga yang banyak untuk melakukan eksplorasi dan eksperimen pertanian kakao.

 

Dengan demikian, inovasi-inovasi baru di sektor pertanian kakao bisa bermunculan dan berkembang. Kebangkitan pertanian kakao juga bisa terealisasi dan kualitas biji kakao Indonesia bisa bersaing dengan negara produsen lainnya.

 

Tulisan ini diolah dari berbagai sumber. Penulis: Andi Masnawy. Area Manager PT Meroke Tetap Jaya untuk wilayah Sulawesi, NTB, dan NTT.

Berita Lainnya